Selasa, 23 Februari 2010

PENDIDIKAN INKLUSIF

GERAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK SEMUA
Indonesia adalah negara yang beranekaragam adat, budaya, suku dan bahasa. Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan multikultural, dimana setiap peserta didik disuatu tempat tidak sama dengan tempat lain, baik itu bahasanya maupun budayanya. Perbedaan yang unik dan berwarna ini tercermin pada semboyan kita Bhineka Tunggal Ika yang menyatukan semua perbedaan menjadi satu kesatuan yang teguh. Perbedaan ini tidak boleh dijadikan sebagai sesuatu yang harus dibedakan atau di eksklusifkan, perbedaan ini harus disamakan/digabungkan menjadi inklusif.
Dalam mengenal pendidikan inklusif, kita perlu mengetahui apakah pendidikan inklusif dan perbedaannya dengan pendidikan sekolah reguler. Inklusif yang berasal dari kata inklusi memiliki definisi yang sangat luas, tetapi pada prinsipnya inklusif berarti menerima/mengikutsertakan seluruh anak/peserta didik tanpa kecuali. Oleh karena itu, Pendidikan Inklusif adalah pendidikan untuk semua. Menurut Sapon–Shevin (O’Neil 1995), Pendidikan inklusi dinyatakan sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar Anak Berkebutuhan Khusus dilayani di kelas reguler bersama–sama teman seusianya. Direktorat Pendidikan Luar Biasa mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang dapat menerima semua anak dengan berbagai kondisi.
Pendidikan Inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan terhadap akses, partisipasi dan belajar bagi semua anak, terutama bagi mereka yang secara sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan kelainannya karena semua anak berhak dan wajib mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sesuai dengan Amademen UUD 45 pasal 31 pada ayat 1 dan 2 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membayarkannya. Hal ini juga disepakati oleh seluruh dunia pada deklarasi Dakar, Education for All 2015 pada Pasal 7 bahwa kita harus berkomitmen untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan anak usia dini dan pendidikan yang komprehensif, khususnya bagi anak-anak yang paling rentan dan kurang beruntung dan menjamin pada tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan yang sulit dan mereka yang berasal dari minoritas etnis, memiliki akses terhadap dan menyelesaikan, pendidikan dasar wajib yang bebas biaya dan berkualitas baik. (Kompendium:Indonesia-Perjanjian, Hukum dan Peraturan menjamin Semua Anak Memperoleh Kesanaan Hak untuk Kualitas Pendidikan dalam Cara Unklusif. Edisi Ketiga, 2007)
Tujuan dari Pendidikan Inklusif adalah sebagai salah satu cara dalam memenuhi Wajib Belajar 9 tahun dalam membuka akses untuk pendidikan untuk semua anak, termasuk yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial serta anak yang berada pada daerah terpencil dan yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu, pendidikan inklusif juga memberikan kesempatan kepada semua anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Pada prinsipnya, pendidikan inklusif melihat perbedaan individu bukan sebagai suatu masalah, namun lebih pada kesempatan untuk memperkaya pembelajaran bagi semua anak dan melaksanakan hak setiap anak untuk tidak terdiskriminasikan secara hukum sebagaimana tercantum dalam konvensi PBB (UNCRC) tentang hak anak.
Mengingat betapa pentingnya pendidikan inklusif, maka pada tanggal 20 Januari 2003 Dirjen Dikdasmen mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 Perihal Pendidikan inklusi bahwa di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya menyelenggarakan dan mengembangkan sekolah inklusif yang terdiri dari SD, SMP, SMA, SMK. Para praktisi dan stakeholder di bidang pendidikan khususnya pendidikan luar biasa juga menyikapi isu pendidikan inklusif dengan mengadakan pertemuan di Bandung tanggal 8-14 Agustus 2004 yang kemudian menghasilkan Deklarasi Bandung, yaitu ”Indonesia menuju Inklusi”. Tindak lanjut dari Deklarasi Bandung, para praktisi dan stakeholder di bidang pendidikan bekerjasama dengan UNESCO mengadakan Simposium Internasional di Bukit Tinggi pada tanggal 26 – 29 September 2005 ” Inclusion And The Removal of Barriers to Learning” yang kemudian melahirkan Deklarasi Bukit Tinggi.
Perhatian pada pendidikan inklusif oleh pemerintah yang diwakili oleh Ditjen Mandikdasmen terus berlanjut dengan bekerjasama dengan Idpnorway, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) serta Helen Keller melaksanakan Revisi Toolkit untuk Pendidikan Inklusif yaitu Lingkungan Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP) pada tahun 2007. Revisi ini merupakan revisi yang dilakukan dari toolkit UNESCO yang kemudian disesuaikan dengan peserta didik di Indonesia. Toolkit ini dapat digunakan oleh sekolah-sekolah yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif karena di dalamnya terdapat petunjuk dan pedoman dalam melaksanakan Lingkungan Inklusif ramah terhadap Pembelajaran (LIRP).
Dalam lingkungan Indonesia yang multikultural ini, pendidikan inklusif perlu dilaksanakan, antara lain karena (Direktorat Pendididikan Luar Biasa, 2007):
Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan memperoleh pendidikan yang bermutu.
Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan kecacatannya.
Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.
Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.
Pendidikan inklusif bisa dinyatakan sebagai pendidikan yang menjadikan lingkungan pembelajaran yang ramah terhadap anak, dimana anak diterima dengan keunikannya masing-masing. Pendidikan inklusif berbeda dengan Pendidikan Luar Biasa ataupun dengan Pendidikan Reguler. Pada pendidikan luar biasa, anak ditempatkan sesuai dengan keadaannya, anak yang reguler dimasukan pada sekolah reguler dan anak yang memiliki kebutuhan khusus ditempatkan di sekolah luar biasa. Dalam pendidikan integrasi, sistem pendidikan membentuk anak seperti yang kita mau sehingga anak harus menyesuaikan dengan sistem atau gagal. Pendidikan ini sangat tidak adil karena anak memiliki kelebihan dan kebutuhan yang berbeda. Melalui pendidikan integrasi, anak tidak bisa berkembang karena ia terkukung oleh sistem. Sedangkan pada pendidikan inklusif, anak diterima seperti diri mereka sendiri (accept as the way they are), sehingga anak bisa berkembang dan belajar dengan kemampuan masing-masing. Dalam pendidikan inklusif, sistemlah yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan anak.
Pelaksanaan sekolah inklusif pada dasarnya hampir sama dengan sekolah biasa (reguler), perbedaannya adalah sekolah inklusif menerima semua anak dalam kondisi apapun, baik itu anak yang berkebutuhan khusus (anak yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa) serta anak yang memerlukan layanan khusus (anak yang di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi). Kurikulum yang digunakan dalam sekolah inklusif adalah kurikulum umum (kurikulum yang sama dengan sekolah reguler) tetapi bersifat fleksibel, sehingga dapat disesuaikan dengan peserta didik yang berkebutuhan khusus dan memerlukan layanan khusus.
Ada beberapa hal yang harus disiapkan sekolah sebelum menjadi sekolah inklusif, antara lain aksesibilitas fisik dan non fisik di sekolah dalam menerima anak yang berkebutuhan khusus, kemudian pendidik/guru umum yang telah dibekali mengenai pengetahuan pendidikan khusus serta guru pendamping khusus yang terlatih dalam menangani anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu tenaga kependidikan yang dapat menerima anak berkebutuhan khusus dan anak yang memerlukan layanan khusus serta tenaga ahli. Alat bantu pendidikan seperti media pembelajaran, material, dll juga harus tersedia di sekolah inklusif.
Pendidikan inklusif dapat bermanfaat tidak saja kepada peserta didik, tetapi juga kepada guru, sistem pendidikan dan masyarakat (www.uni.edu/coe/inclusion) Peserta didik yang mengikuti pendidikan inklusif akan menerima segala perbedaan dalam masyarakat sehingga mereka merasa menjadi bagian dari keberagaman masyarakat yang ada di Indonesia. Selain itu mereka akan menjadi lebih menghargai orang lain dan meminimalkan perasaan individualisme yang sekarang ini sudah mulai terjangkit oleh anak-anak kita. Bagi guru, melalui pendidikan inklusif, guru dapat menerima perbedaan dan keberagaman dalam suatu masyarakat, sehingga guru dapat menilai kekuatan dan kelemahan peserta didiknya yang kemudian dapat membantu dalam menyiapkan pembelajaran yang sesuai dengan mereka. Guru juga dapat merancang pendidikan yang kreatif efektif dan inovatif sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Selain itu, melalui pendidikan inklusif, guru dapat meningkatkan akuntabilitas nya serta dapat mengembangkan kemampuan guru dalam bekerja sebagai tim.
Pendidikan inklusif juga bermanfaat untuk sistem pendidikan secara general, yaitu menyadarkan bahwa anak-anak di Indonesia memiliki perbedaan dan keberagaman serta menghargai keunikan, karakteristik dan kemampuan yang berbeda pada setiap individu. Melalui pendidikan inklusif, pendidikan di Indonesia dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan anak-anak di Indonesia, tidak memaksakan sebuah sistem kepada peserta didik. Selain itu, pendidikan inklusif juga dapat bermanfaat bagi masyarakat antara lain menyadarkan dan mendukung bahwa semua manusia berada dalam posisi yang sama dengan hak-hak dan kewajibannya, sehingga masyarakat dapat lebih bisa bersosialisasi, bekerja sama serta mendukung segala perbedaan. Melalui pendidikan inklusif juag masyarakat dapat menyadari perbedaan dan keberagaman yang ada di Indonesia, sehingga dapat mengurangi konflik antar etnis atau agama. Finally, masyarakat bisa menjadi model bagi anak-anak kita dalam besosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya, serta mencontohkan rasa toleransi, demokrasi, tenggang rasa, menghargai dan mampu bekerja sama dengan orang lain.
Penyelenggaraan sekolah inklusif tidak saja peran pemerintah, tetapi juga peran serta dari orang tua dan masyarakat. Orang tua harus mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah anaknya atau dilingkungannya dan ikut berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan pendidikan inklusif ini di berbagai komunitas, serta aktif bekerja sama dengan pihak sekolah dalam proses pembelajaran untuk anak yang berkebutuhan khusus. Sedangkan masyarakat sebagai satuan terbesar komunitas diluar sekolah harus dapat menjadi mitra pemerintah dalam mendukung terlaksananya pendidikan inklusif serta memperluas akses pendidikan dan pekerjaan bagai anak berkebutuhan khusus. Selain itu, masyarakat juga dapat membantu dalam mengidentifikasikan anak usia sekolah yang berkebutuhan khusus dan anak yang memerlukan layanan khusus yang belum bersekolah di lingkungannya.
Kita harus menyadari bahwa pendidikan inklusif penting untuk anak-anak kita, selain memberikan hak pendidikan yang sama kepada seluruh anak tanpa ada pengecualian. Hal ini harus kita sadari karena Allah SWT menciptakan manusia sama dan posisi manusia di dunia juga sama yaitu sebagai khalifah. Oleh karena itu, perbedaan yang kemudian muncul tidak boleh dilihat sebagai kekurangan atau kelebihan, tetapi harus dilihat sebagai keunikan dan keindahan karakteristik yang membuat kehidupan kita menjadi beragam dan berwarna.
Selain itu, melalui pendidikan inklusif juga anak-anak diajarkan nilai-nilai moral yang secara tidak langsung dapat mengubah sikap dan karakter mereka. Sekolah yang telah melaksanakan pendidikan inklusif melihat bahwa peserta didik menjadi lebih toleransi terhadap sesama, dapat menerima perbedaan dan keberagaman, serta memiliki rasa demokratis yang sangat tinggi. Mereka lebih mensyukuri atas segala yang mereka miliki dibandingkan dengan teman-temannya yang berkebutuhan khusus sehingga mereka menjadi lebih perhatian terhadap lingkungan sekitarnya, tidak menjadi individualis dan egois, serta dapat bekerjasama dengan kawannya tanpa melihat perbedaan baik itu secara fisik, etnis atau suku, agama ataupun tingkat sosial. Orangtua dan masyarakat juga menjadi lebih perhatian terhadap lingkungannya, mereka berusaha membantu anak-anak yang berlebutuhan khusus dan yang memerlukan layanan khusus.
Walaubagaimanapun juga masih banyak orang tua atau masyarakat bahkan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum menyadari betapa pentingnya pelaksanaan pendidikan inklusif ini. Mereka masih belum menyadari bahwa melalui pendidikan inklusif kita dapat memberikan hak serta perlindungan kepada anak-anak kita di seluruh Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya beberapa kasus di daerah dimana beberapa sekolah tidak mau menerima anak berkebutuhan khusus, atau peserta didik yang tidak bersekolah karena tidak memiliki biaya, atau orang tua dan masyarakat yang masih mengucilkan anak-anak yang berkebutuhan khusus. Padahal masih banyak anak-anak kita yang masih belum sekolah, dan itu adalah semua tugas kita, bukan saja sebagai anggota masyarakat di Indonesia, tetapi juga sebagai makhluk Tuhan yang harus membantu sesamanya.
Dalam pelaksanaan pendidikan inklusif perlu adanya sebuah perlindungan hukum mengenai ketentuan-ketentuan pelaksanaan pendidikan inklusif, sehingga seluruh sekolah-sekolah serta masyarakat menyadari dan kemudian melaksanakan pendidikan inklusif di sekolahnya atau di lingkungannya, serta sekolah yang akan melaksanakan pendidikan inklusif mengetahui ketentuan dan panduan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.
Mari kita sama-sama mengenal pendidikan inklusif dan menerapkan lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran, sehingga tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang disisihkan atau dibedakan dalam mendapatkan pendidikan untuk menuju Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.